Lulu Firdausi

SHARING IS CARING

Senin, 09 April 2012

Cerita Cintaku

"Anya, ada Aldi di luar?" sahabatku muncul dari balik pintu kamarku.
"Suruh dia pergi! Bilang aku tidak ada di rumah," jawabku tanpa melihatnya.

Aku hanya bisa menyendiri di kamar, tanpa ada siapapun melihatku. Ibu dan Ayahku bercerai. Mereka berpisah saat aku berumur lima tahun. Aku di titipkan oleh Budeku. Seiring waktu berjalan, Bude meninggal dunia. Sampai sekarang aku tak tau siapa Ayah dan Ibuku sebenarnya. Yang ku tahu di dunia ini aku hanya sebatang kara dan aku hidup di dampingi sahabatku, Alya.
Penderitaanku lengkap sudah. Satu tahun lalu kecelakaan maut menimpaku. Waktu itu aku sedang mengendarai mobil, tanpa sadar di depan mobilku, sebuah truk besar lewat dengan kecepatan tinggi dan sampai akhirnya truk itu pun menabrak mobilku. Aku tidak sadarkan diri selama lima bulan lamanya. Aldi terus berada di sampingku saat aku tergeletak tak berdaya di tempat tidur. Cintaku pada Aldi tak semulus perkiraanku. Ibunya melarangku dekat dengan anaknya karena statusku tidak jelas. Ya, aku terima itu. Aku tersadar kalau status sosialku sangat tidak jelas. Alya mengurusku selama dua tahun lamanya semenjak Bude meninggal dunia. Aku sangat berterima kasih padanya. Namun aku merasa sangat merepotkannya karena sekarang kondisiku mungkin sangat merugikan dirinya.
Dirumah sakit yang menemaniku hanya Aldi dan Alya, tidak ada yang lain. Terbangun dari tidur yang panjang, aku depresi. Aku tersadar kalau aku buta dan lumpuh. Aku tidak terima dengan semua yang menimpaku. Penderitaankupun semakin lengkap, aku putus dengan Aldi. Kalau hubungan kami terus berlanjut, Ibunya akan melakukan sesuatu padaku meski kondisiku buruk seperti ini.

Hampir setiap hari Aldi datang kerumah Alya untuk melihat kondisiku, namun aku selalu tidak ingin bertemu dengannya. Bukan benci padanya, tapi aku hanya menjaga jarak darinya. Aku menyayanginya, mencintainya setulus hati. Aku tersadar, aku tak pantas untuknya. Mungkin kami tidak untuk bersama selamanya.
"Anya, dia ingin bertemu denganmu! Aku sudah melarangnya masuk,"
"Pergi!! Jangan ganggu aku! Pergi kalian,"

Aku berteriak kuat. Menghancurkan barang yang ada di meja. Gelas jatuh dan pot bunga terjatuh. Lantai kamarku berserakan dengan serpihan kaca. Aku mengamuk dan tak perduli siapa yang ada di sebelahku. Terdengar suara pintu terbuka, Aldi tiba-tiba masuk kedalam kamar. Dia berusaha menenangkanku. Aku tidak bisa tenang, aku tersiksa. "Pergi, jangan ganggu aku! Pergiii!!!"
"Anya, tenang!! Ini aku Aldi."
"Pergi, jangan ganggu aku!!"
"Anya tenang! Jangan hipnotis diri kamu kalau kamu nggak bakal sembuh. Tenang Anya, nggak ada yang ganggu kamu disini. Disini hanya ada aku dan Alya, nggak ada yang lain!!?" Aldi meremas lenganku. Air mataku menetes, membasahi pipiku. Dia memelukku, rasanya tenang. "Tenanglah Anya, aku selalu ada di sampingmu," ucap Aldi sembari menghusap air mataku yang membasahi pipiku. Sisi lain diriku sangat tersiksa. Orang tua membuangku begitu saja, mengalami kecelakaan dan membuat aku lumpuh. Tapi sisi lainnya, dua orang yang sangat menyayangiku. Aldi dan Alya, mereka adalah orang yang paling berkorban dalam hidupku. Terima Kasih.
***

Satu bulan berlalu. Aku merasa nyaman dengan keberadaan Aldi di sampingku. Dia selalu menjagaku dan membawaku keluar dari kamar. Awalnya aku takut keluar dari kamar, rasa trauma yang besar tak bisa ku bendung. Namun karena dukungan yang begitu besar darinya, aku memberanikan diri untuk keluar dari kamar. Dan aku terbiasa keluar dari kamar.

Kondisiku semakin membaik. Tapi lagi-lagi musibah menimpaku. Dokter menyampaikan padaku kalau aku terkena Kanker otak. Itu membuatku semakin sangat depresi. Tapi sebisa mungkin hal ini aku sembunyikan dari Aldi, aku tak mau dia sedih karena aku. Hanya Alya yang tau aku terkena penyakit ganas ini. "Anya, kamu harus sering-sering keluar, agar kamu terkena udara segar!" ucap Alya sembari mendorong kursi rodaku. "Al, kalau aku pergi nanti, kamu nggak menyesalkan telah mengeluarkan banyak uang untukku?" Alya menggenggam tanganku, dan sepertinya dia duduk di depanku.
"Seumur hidup, aku nggak akan menyesal karena telah merawatmu dan menghabiskan uang banyak. Semua fasilitas ini kalau aku tidak memberikannya pada sahabatku yang lebih membutuhkannya, untuk apa aku memiliki semua fasilitas ini?"
"Kalau aku pergi nanti, jaga Aldi baik-baik ya Alya?"
"Anya?" dia menggenggam erat tanganku.
"Aku sangat berterima kasih padamu karena kau telah merawatku selama ini. Sampaikan pada Aldi, kalau aku sangat mencintainya, Alya."
"Anya, stop! Aku dan Aldi akan membawamu keluar negri minggu ini, kami akan berusaha untuk membuatmu pulih kembali," ucapnya dengan nada serak. Mungkin dia menangis. "Jangan menangis Alya. Biarlah aku dengan penyakitku ini. Aku tidak ingin lebih banyak lagi menyusahkan kalian." Alya memelukku dan menangis di pelukanku. "Jangan menangis, Alya. Tuhan akan membalas semua kebaikanmu dan Aldi. Aku sangat berterima kasih pada kalian," Alya semakin erat memelukku. Dia menangis terisak.
"Anya!!!" teriakan keras terdengar dari taman. "Oh, kamu yang bernama Anya?" dia menyebutkan namaku. Aku tidak tau siapa wanita ini, tapi yang jelas dia marah-marah padaku. "Iya. Anda siapa ya?"
"Aku ibunya Aldi. Kamu dukunin anakku ya? Mana mau anakku pada wanita lumpuh seperti kamu? Statusmu tidak jelas, duduk di kursi roda dan buta. Kamu pasti peletin anakku, iya kan?"
"Stop! Anda datang-datang marah dan mencaci Anya. Maksud anda apa? Saya bisa melaporkan anda ke polisi sebagai tuduhan telah melecehkan orang yang tidak anda kenal." Alya marah pada wanita ini. Air mataku menetes, tubuhku gemetar. "Silahkan. Saya juga akan melamporkan kalian karena kalian sudah mencuci otak anak saya. Dengar ya kamu wanita buta, kamu tidak pantas dengan anakku. Anakku ganteng, berpendidikan tinggi. Status anakku sangat jelas, sedangkan kamu berbanding terbalik dengannya."
"Diam! Sekarang juga anda pergi dari rumah saya,"
"Ingat itu! Jangan kamu dekati anakku," ucapnya.

Dia pergi dengan kata-katanya yang membuatku tidak enak. Alya menenangkanku yang gemetar sejak dia menghinaku habis-habisan. "Tenang Anya. Kita balik ke kamar ya," ajaknya. "Tidak. Tinggalkan aku sendiri di sini Alya, aku ingin sendiri," pintaku padanya. "Tapi Anya?" telpon berdering kuat di dapur. "Sebentar Anya, kamu jangan kemana-mana ya?" aku mengangguk.
Alya pergi meninggalkanku di depan pintu. Mungkin sekarang aku butuh udara yang lebih segar lagi. Kuberanikan diri untuk pergi keluar rumah. Mendorong kursi roda sendiri. Sampai akhirnya aku berada di taman, sepertinya. Ya, aku bertanya pada orang di sekitar, dan benar ini taman yang ingin ku kunjungi. Aku meminta tolong pada orang sekitar untuk mengantarku ke pinggir danau dan membantuku duduk di kursi panjang. Ia bersedia membantu dan aku banyak-banyak berterima kasih padanya.

Duduk di pinggir danau dan menghirup udara segar. Maaf Alya, mungkin sekarang kamu panik karena aku tidak ada di rumah. Berada di tempat ini, semua masalah bisa hilang seketika. Andai saja aku tidak buta, pasti sekarang aku bisa melihat keindahan di taman ini. Dan andai saja aku tidak lumpuh, aku bisa bermain air bersama Alya. Tapi semua itu hanya mimpi dan tak bisa lagi terwujud. Hanya mimpi!!
"Anya!!" jeritan terdengar, Suara itu sangat tidak asing di telingaku. Bagaimana Aldi tau aku disini?
"Anya, kamu kok di sini? Kondisi kamu belum membaik Anya?" dia duduk di sebelahku. Aku tersenyum lebar. "Tidak apa! Aku lebih senang disini daripada di rumah?" jawabku. Aldi menggenggam tanganku.
"Aldi, kalau aku tidak sembuh, apa kamu masih ingin berada di sampingku?"
"Aku akan selalu berada di sampingmu. Aku nggak akan tinggalin kamu, Anya. Aku sayang kamu,"
"Kalau aku pergi nanti dan takkan kembali, apa kau mencari penggantiku yang statusnya lebih jelas?"
"Kamu ngomong apa? Kamu nggak akan pergi kemana-mana. Aku tidak akan mencari orang lain. Status kamu jelas, sangat jelas." jawabnya. Aku terdiam sesaat dan masih tersenyum. "Aldi, terima kasih ya, selama ini kamu sudah menjagaku." ujarku.
"Ya. Sama-sama Anya. Tapi aku masih belum puas kalau kamu belum sembuh. Minggu ini aku dan Alya akan membawamu ke luar negri untuk berobat."
"Tidak perlu. Aku bahagia dengan kondisiku seperti ini. Bolehkah aku bersandar, Aldi?"
"Boleh!!"
"Aldi, terima kasih ya, kamu sudah banyak menolongku. Allah pasti membalas kebaikanmu dan Alya." ucapku sembari menutup mata. Kepalaku sangat berat, tanganku lemas. Tapi Aldi masih terus menggenggamku dengan erat sembari merangkul lenganku. "Sama-sama. Aku janji, kamu pasti sembuh."

Kepalaku semakin berat dan rasanya aku melayang. Aku berada di tempat yang sangat terang, aku terus berjalan sampai aku berdiri di depan Aldi dan...
"Anya?Anya?" Aldi menoleh melihatku. Dia kaget melihat tubuhku yang wajahku bercucuran dengan darah yang keluar dari hidung. Dia menepuk pipiku dan berusaha menyadarkanku. Air mata Aldi menetes. Ternyata aku sudah berada di alam lain. Aldi memelukku dan menangis. Maaf Aldi, aku harap kamu tidak sedih dengan kepergianku.

Aldi jika aku harus memilih untuk bernafas dan mencintaimu, maka akan ku gunakan nafas terakhirku untuk mengatakan "Aku Mencintaimu"


By: @LuluuFS